1.
Agonis β2-adrenoreseptor
Seperti
salbutamol merupakan bronkodilator yang kuat dan cepat, juga merupakan pilihan
pertama untuk meredakan gejala-gejala akut. Obat tersebut mengaktivasi adenilat
siklase untuk meningkatkan adenosin monofosfat siklase (cAMP) dan juga mengurangi pelepasan mediator dari
sel inflamasi dan saraf jalan napas.
β2-agonis yang bekerja lama seperti salmeterol memungkinan regimen
dengan dosis 2 kali sehari. Penggunaan jangka panjang β2-agonis disertai dengan
penurunan efektivitas (toleransi).
2.
Antagonis reseptor muskarinik
(Ipratropium)
Menyebabkna
blok efek ACh dari saraf parasimpatis dan merupakan bronkodilator yang cukup
efektif dan mengurangi sekresi mukus. Obat tersebut lebih efektif melawan
iritasi daripada alergen. Dapat ditambahkan pada β2 agonis.
3.
Kortikosteroid
Seperti
beklometason merupakan obat anti inflamasi paling penting. Obat tersebut
mengurangi jumlah eosinofil dan aktivasi serta aktivitas makrofag dan limfosit.
Kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan utama terapi asma jangka panjang.
Namun, obat tersebut dapat memiliki efek samping yang signifikan termasuk
kadidiasis oral (5%) dan suara serak. Dapat terjadi retardasi pertumbuhan pada anak-anak
yang mendapat kortikosterod inhalasi jangka panjang. Kortikosteroid oral
seperti prednison mungkin diperlukan pada pasien-pasien asma yang tidak dapat
dikontrol dengan steroid inhalasi, tetapi bahaya efek samping lebih besar. Terapi kombinasi yang
mengandung kedua steroid ditambah β2-agonis berguna untuk penderita asma
sedang/berat.
4.
Kromoglikat dan nedocromil
Menghambat
pelepasan mediator inflamasi (mediator radang) dan mencegah aktivasi sel mast
dan eosinofil. Kedua obat tersebut juga dapat menekan aktivitas saraf sensorik
dan melepaskan neuropeptida. Meskipun obat ini tidak bermanfaat pada serangan
akut, penggunaan profilaktik mengurangi baik fase segera maupun lanjut pada
respons asmatik dan hiper-responsivitas. Obat-obat tersebut kurang kuat
dibandingkan steroid dan hanya efektif untuk mengobati asma ringan dan asma
yang diinduksi olahraga. Namun, obat tersebut memiliki sedikit efek samping dan
sering menjadi obat pilhan untuk anak-anak. Penggunaan kedua obat tersebut
telah semakin berkurang sejak diperkenalkan steroid dosis rendah yang lebih
aman, lebih murah, lebih efektif dan tidak perlu sering diminum.
5.
Terapi antileukotrien
Diberikan
dalam 2 bentuk : antagonis reseptor CysLT (LTC4/D4) seperti montelukast dan
inhibitor 5-lipoxygenase seperti zileuton. Keduanya memiliki efikasi yang sama untuk
menimbulkan bronkokonstriksi yang disebbakan oleh alergen, olahraga dan udara
dingin dengan pemukiman ~50%. Obat-obat tersebut efektif untuk mengobati asma
yang sensitif aspirin, termasuk leukotrien yang memiliki peran kunci pada
keadaan ini. Antileukotrien memperbaiki fungi paru pada penderita asma
ringa dan sedang, tetapi ,manfaat paling
besar mungkin untuk penderita asma yang sangat berat yang mendapatkan steroid.
Kedua jenis obat diberikan per oral dan relatif memiliki kerja lama, dengan
sedikit efek samping.
6.
Antagonis histamin
Tidak
terbukti berguna pada asma meskipun antihistamin nonsedatif yang lebih baru
seperti terfonadin dapat meredakan asma alergi ringan.
7.
Terapi baru
Antibodi
anti-IgE rekombinan (amalizumab) telah terbukti efektif utnuk asma alergi sedang-berat,
dengan menurunkan tingkat IgE spesifik antigen. Antibodi antisitokin (misalnya
anti IL-13) sedang dikembangkan, tetapi tidak terbukti.
Sumber :
No comments:
Post a Comment