1.1 Katarak
Setiap keadaan kekeruhan lensa yang
dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein
lensa terjadi akibat kedua-duanya. Kelainan sistemik yang dapat menimbulkan
katarak adalah diabetes melitus, galaktosemi dan distrofi miotonik. Katarak
juga merupakan salah satu penyakit degeneratif pada mata.
1.1.1
Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dibagi menjadi
:
1. Katarak
kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak
juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak
sensil, katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun
Katarak
kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, koma sistemik, diabetes melitus dan
hipoparatiroidism.
Pada
katarak senil, jika bilik mata depan dalam maka termasuk dalam kategoti
hipermatur. Sedangkan pada katarak imatur, keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
Pada
katarak rubela, rubela pada ibu hamil dapat mengakibatkan katarak pada lensa
fetus.
Pada
katarak komplikata, katarak diakibatkan oleh penyakit mata lain seperti radang
dan proses degenerasi. Dan juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik
endokrin seperti diabetes melitus.
Pada
katarak diabetes, dapat terjadi dalam 3 bentuk :
1. Pasien
dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan
terlibat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi
lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi
dan kadar gula normal kembali.
2. Pasien
diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol dimana terjadi katarak serentak pada
kedua mata dalam 48 jam. Bentuk dapat snow
flake/piring subkapsular
3. Katarak
pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan biokimia sama
dengan katarak pasien non diabetik.
Pada katarak sekunder, terjadi akibat
terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal.
1.2 Glaukoma
Ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik dan menciutnya lapang
pandang.
Klasifikasi glaukoma
menurut Vaughen :
1. Glaukoma
primer
a. Glaukoma
sudut terbuka (glaukoma simpleks)
b. Glaukoma
sudut sempit
2. Glaukoma
kongenital
a. Primer
atau infantil
b. Menyertai
kelainan kongenital lainnya
3. Glaukoma
sekunder, yang terjadi antara lain : perubahan lensa, kelainan uvea, trauma,
bedah, rubeosis, steroid dan lainnya.
4. Glaukoma
absolut
Glaukoma primer
Etiologinya
tidak pasti, didapatkan pada orang yang telah memiliki bakat bawaan glaukoma
a. Glaukoma
simpleks
Faktor resikonya
seperti diavetes melitus, hipertensi, kulit berwarna dan miopia.
Tekanan bola mata
sehari-hari meningkat atau > 20 mmHg, mata tidak merah atau tidak terdapat
keluhan. Akibat tekanan tinggi akan terbentuk atrofi papil disertai dengan
ekskavasio glaukomatosa.
Dapat diberikan
pilokarpin tetes mata 1-4% dan bila perlu dapat ditambah dengan asetacolamid 3
kali sehari
Pemeriksaan glaukoma simpleks
:
1. Bila
tekanan 21 mmHg, sebaiknya dikontrol rasio C/D, pemeriksaan lapang pandang
sentral, temukan titik buta yang meluas dan skotoma sekitar titik fiksasi
2. Bila
tensi 24-30 mmHg, kontrol lebih ketat dan lakukan pemeriksaan di atas bila
masih dalam batas-batas normal mungkin satu hipertensi okuli
Diagnosis
glaukoma, jika tekanan intraokular > 21 mmHg dan terdapat kelainan lapang
pandang serta papil
2.3
Retinopati
2.3.1
Retinopati anemia
Akibat aneksia berat yang terjadi pada
anemia
2.3.2
Retinopati diabetes melitus
Berupa aneurisma, melebarnya vena,
perdarahan dan eksudat lemak. Gambaran khasnya terdapat soft exudate/cotton wool patches yang merupakan iskemik retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi terlihat bercak bewarna kuning bersifat difus dan
berwarna putih.
2.3.3
Retinopati hipotensi
Menurunnya tekanan darah dapat terjadi
akibat kelainan retina berupa dilatasi arteriol dan vena retina, iskemia saraf
optik, retina dan koroid akibat hipoperfusi.
2.3.4
Retinopati hipertensi
Memberikan kelainan pada retina berupa
retinopati hipertensi dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada
retina, edem retina dan perdarahan retina.
2.3.5
Retinopati leukemia
Neoplasma ganas sel darah putih yang
sebabnya tidak diketahui dapat berjalan akut
(granulositik, limfositik, mielomonositik) dan kronik (granulositik)
2.3.6
Retinopati pigmentosa
Karakterisstiknya, terjadi degenerasi
sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf optik, menyebar tanpa
gejala peradangan. Retina mempunyai bercak dan pita halus berwarna hitam.
Daftar Pustaka :
Ilyas, Sidharta. 2006. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
No comments:
Post a Comment