12/16/12

Fisiologis Sistem Reproduksi Laki-Laki dan Perempuan untuk Membuahi dan Kehamilan


I. Fisiologis sistem reproduksi laki-laki untuk membuahi

Tindakan seks pria melibatkan 2 komponen : (1) ereksi atau mengerasnya penis yang normalnya lunak agar penis dapat masuk ke dalam vagina, dan (2) ejakulasi, atau penyemprotan kuat semen ke dalam uretra dan keluar dari penis.


Selain komponen-komponen yang berkaitan erat dengan reproduksi ini, siklus respons seks mencakup respons fisiologik yang lebih luas yang dapat dibagi menjadi 4 fase :
1.      Fase eksitasi yang mencakup ereksi dan peningkatan perasaan seksual
2.      Fase plato yang ditandai oleh intensifikasi respon-respon ini, ditambah respon yang lebih menyeluruh misalnya peningkatan kecepatan jantung, tekanan darah, pernapasan dan ketegangan otot
3.      Fase orgasme yang mencakup ejakulasi serta respon lain yang menjadi puncak eksitasi seksual dan secara kolektif dialami sebagai kenikmatan fisik yang intens
4.      Fase resolusi yaitu kembalinya genitalia dan sistem tubh ke keadaan sebelum rangsangan

1. Ereksi

            Ereksi dicapai melalui pembengkakan penis oleh darah. Penis hampir seluruhynya terdiri dari jaringan erektil yang dibentuk oleh 3 kolom rongga-rongga vaskular mirip spons yang terdapat di sepanjang organ ini.
            Tanpa rangsangan seks, jaringan erektil hanya mengandung sedikit darah karena arteriol yang mendarahi rongga-rongga vaskular ini  berkontraksi. Akibatnya penis tetap kecil dan lunak. Selama rangsangan seks, arteriol-arteriol ini secara refleks melebar dan jaringan erektil terisi oleh darah sehingga penis bertambah panjang dan besar serta menjadi kaku. Vena-vena yang mengalirkan darah dari jaringan erektil penis tertekan secara mekanis oleh pembengkakan dan ekspansi rongga  vaskular ini sehingga aliran keluar vena berkurang dan hal ini ikut berkontribusi dalam penumpukan darah atau vasokongesti.
            Di medula spinalis bagian bawah baru-baru ini ditemukan adanya pusat pembentuk ereksi. Melalui pusat ini, stimulasi taktil pada glans akan secara refleks memicu peningkatan aktivitas vasodilatasi parasimpatis dan penurunan aktivitas vasokontriksi simpatis dan penurunan aktivitas vasokontriksi simpatis ke arteriol-arteriol penis. Akibatnya adalah vasodilatasi hebat dan cepat arteriol-arteriol tersebut dan ereksi. Selama lengkung refleks spinal utuh maka ereksi tetap dapat terjadi bahkan pada pria yang lumpuh akibat cedera medula spinalis yang lebih tinggi.

2. Ejakulasi
           
            Respon ejakulasi keseluruhan terjadi dalam 2 fase : emisi dan ekspulsi

1. Emisi
            Pertama, impuls simpatis menyebabkan rangkaian kontraksi otot polos di prostat, saluran reproduksi dan vesikuloseminalis. Aktivitas kontraktil ini mengalirkan cairan prostat, kemudian sperma dan akhirnya cairan vesikula seminalis (secara kolektif disebut semen) ke dalam uretra. Fase refleks ejakulasi ini disebut emisi.

2. Ekspulsi
            Kedua, pengisian uretra oleh semen memicu impuls saraf yang mengaktifkan serangkaian otot rangka di pangkal penis. Kontraksi ritmik otot-otot ini terjadi pada interval 0,8 detik dan peningkatan tekanan di dalam penis, memaksa semen keluar melalui uretra ke eksterior.

3. Orgasme
            Kontraksi ritmik yang terjadi selama ekspulsi semen disertai oleh denyut ritmik involunter otot-otot panggul dan memuncaki intensitas respon tubuh keseluruhan yang naik selama fase-fase sebelumnya. Respon panggul dan sistemik yang memuncaki tindakan seks ini berkaitan dengan rasa nikmat intens yang ditandai oleh perasaan lepas atau puas, suatu pengalaman yang dikenal sebagai orgasme.

4. Resolusi
            Selama fase resolusi setelah orgasme, impuls vasokonstriktor memperlambat aliran darah ke dalam penis, menyebabkan ereksi mereda. Kemudian terjadi relaksasi dalam, sering disertai rasa lelah. Tonus otot kembali ke normal sementara sistem kardiovaskular dan pernapasan kembali ketingkat sebelum rangsangan. Setelah terjadi ejakulasi timbul periode refrakter temporer dengan durasi bervariasi sebelum rangsangan seks memicu kembaliereksi.

3. Transpor sperma ke Tuba Uterina

            Setelah diendapkan di vagina saat ejakulasi sperma harus berjalan melewati kanalis servikalis, lalu uterus dan kemudian sampai ke sel telur di sepertiga atas tuba uterina. Sperma pertama tiba di tuba uterina setengan jam setelah ejakulasi. Sperma bermigrasi naik melewati kanalis servikalis dengan kemampuannya sendiri.
            Setelah sperma masuk ke uterus, kontraksi miometrium mengaduk-aduk sperma seperti mesin cuci dengan cepat menyebabkan sperma tersebar ke seluruh rongga uterus. Ketika mencapai tuba uterina. Sperma terdorong ke tempat pembuahan di ujung atas tuba uterina yang mengarah ke atas.
            Riset-riset baru menunjukkan bahwa ketika sperma mencapai ampula,  ovum bukan merupakan mitra pasif dalam konsepsi. Sel telur matang mengeluarkan alurin, suatu bahan kimia yang menarik sperma dan meyebabkan sperma bergerak menuju gamet wanita yang telah menunggu. Para ilmuwan juga baru-baru ini menemukan adanya reseptor sperma yang mendeteksi dan berespon terhadap kemoatraktan yang dikeluarkan oleh ovum. Yang menarik, reseptor ini, yang dinamai hOR17-4 adalah reseptor olfaktorius (RO), serupa dengan yang ditemukan di hidung untuk persepsi bau. Menurut anggapan yang sekarang dianut pengaktifan reseptor hOR17-4 pada pengikatan dengan alurin (sinyal lainnya) dari sel telur memicu suatu jalur pembawa pesan kedua di sperma yang menyebabkan pelepasan Ca2+ intrasel. Ca2+ ini selanjutnya mengaktifkan pergeseran mikrotubulus yang menyebakan gerakan ekor dan berenangya sperma menuju arah sinyal kimiawi.
4. Fertilisasi

            Untuk membuahi sebuah ovum, sebuah sperma mula-mula harus melewati korona radiata dan zona pelusida yang mengelilingi sel telur. Enzim-enzim akrosom, yang terpajan ketika membran akrosom pecah setelah berkontak dengan korona radiata, memungkinkan sperma membuat saluran menembus sawar-sawar protektif ini. Sperma dapat menembus zona pelusida hanya setelah berikatan dengan reseptor spesifik di permukaan lapisan ini. Fertilin, suatu protein yang terdapat di membran plasma sperma, berikatan dengan integrin sel telur.
            Kepala sperma yang menyatu tersebut secara perlahan tertarik ke dalam sitoplasma ovum oleh suatu kerucut yang tumbuh dan membungkusnya. Ekor sperma sering lenyap dalam proses ini, tetapi kepala membawa informasi genetik yang penting. Bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa sperma mengeluarkan nitrat oksida setelah berhasil masuk seluruhnya ke dalam sitoplasma sel telur. Nitrat oksida ini mendorong pelepasan Ca2+ yang tersimpan di dalam sel telur. Pelepasan Ca2+ intrasel ini memicu pembelahan meitotik akhir oosit sekunder. Dalam satu jam, nukleus sperma dan sel telur menyatu, berkat adanya suatu kompleks molekul yang diberikan oleh sperma yang memungkinkan kromosom pria dan wanita menyatu.

II. Fisiologi sistem reproduksi wanita untuk kehamilan

            Selama 3-4 jam pertama setelah pembuahan, zigot tetap berada di dalam ampula, karena penyempitan antara ampula dan saluran tuba uterina, sisanya menghambat pergerakan lebih lanjut zigot menuju uterus. Namun, selama tahap ini zigot tidak tinggal diam. Zigot cepat mengalami sejumlah pembelahan sel mitotik utnuk membentuk suatu bola pedar sel-sel yang disebut morula.
            Sekitar 3-4 hari setelah ovulasi, progesteron diproduksi dalam jumlah memadai untuk melemaskan kontriksi tuba uterina sehingga morula dapat dengan cepat terdorong ke dalam uterus oleh kontraksi peristaltik tuba uterina dan aktivitas silia. Penundaan sementara mudigah yang baru terbentuk masuk ke dalam uterus untuk menunjang mudigah sampai implantasi berlangsung. Jika tuba terlalu cepat di uterus morula akan mati.
            Pada saat endometrium siap menerima implantasi (sekitar seminggu setelah ovulasi), morula telah turun ke uterus dan terus berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi blastokista.
            Blastokista adalah suatu bola berongga berlapis tunggal dan terdiri dari sekitar 50 sel mengelilingi sebuah rongga berisi cairan, dengan suatu massa padat sel-sel berkelompok di satu sisi. Massa padat ini, yang dikenal sebagai massa sel dalam, berkembang menjadi mudigah/ janin itu sendiri. Blastokista sisanya tidak membentuk janin tetapi memiliki peran suportif selama kehidupan intrauteri. Lapisan tipis paling luar. Trofoblas, melaksanakan implantasi dan kemudian berkembang menjadi plasenta bagian janin.
            Implantasi dimulai ketika, setelah berkontak dengan endometrium. Sel-sel trofoblastik yang menutupi massa sel dalam mengeluarkan enzim-enzim pencernaan protein. Enzim-enzim ini mencerna sel-sel endometrium dan membentuk jalan sehingga genjol-genjol sel trofoblas mirip jari dapat menembus  dalam endometrium.
            Melalui efek kanibalistiknya, trofoblas melakukan fungsi ganda (1) menyelesaikan implantasi dengan membuat lubang di endometrium untuk blastokista dan (2) menyediakan bahan mentah dan bahan bakar metabolik untuk mudigah yang sedang berkembang sewaktu tonjolan-tonjolan trofoblastik menguraikan jaringan endometrium kaya nutrien.
            Jaringan endometrium mengalami modifikasi sedemikian rupa di tempat implantasi disebut desidua. Ke dalam jaringan desidua inilah blastokista terbenam. Lapisan trofoblas terus mencerna sel-sel desidua sekitar, menghasilkan energi untuk mudigah sampai plasenta terentuk.
            Untuk mempertahankan pertumbuhan mudigah/janin selama kehidupan intrauterinnya, segera terbentuk plasenta, suatu organ khusus pertukaran antara darah ibu dan janin.
            Pada hari ke-12, mudigah telah terbenam di dalam desidua. Pada saat itu lapisan trofoblas telah memiliki ketebalan 2 lapisan sel dan disebut korion. Seiring dengan terus berkembangnya dan dihasilkannya enzim-enzim oleh korion, terbentuk anyaman-anyaman rongga-rongga yang ektensif di dalam desidua. Korion yang meluas menggerus dinding kapiler desidua, menyebabkan darah itu bocor dari kapiler dan mengisi rongga-rongga ini. Darah dicegah membeku oleh suatu antikoagulan yang dihasilkan korion. Segera mudigah yang sedang tumbuh ini mengirim kapiler ke dalam tonjolan korion untuk membentuk vilus plasenta.
            Setiap vilus plasenta berisi kapiler mudigah (kemudian janin) yang dikelilingi oleh suatu lapisan tipis jaringan korion, yang memisahkan darah mudigah/ janin dari darah ibu di ruang antara vilus. Semua pertukaran antara kedua aliran darah berlangsung menembus sawar yang sangat tipis ini. Keseluruhan sistem struktur ibu (desidua) dan janin (korion) yang saling terkait ini membentuk plasenta.
            Sepanjang gestasi, darah janin secara terus-menerus mengalir antara virus plasenta dan sistem sirkulasi janin melalui arteri umbilikalis dan vena umbilikalis, yang terbungkus di dalam korda umbilikalis (tali pusat), suatu penghubung antara janin dan plasenta.
            Sementara itu, selama waktu implantasi dan awal perkembangan plasenta, massa sel dalam membentuk rongga amnion berisi cairan di antara korion dan bagian massa sel dalam yang ditakdirkan menjadi janin. Lapisan epitel yang membungkus rongga amnion disebut kantung amnion atau amnion. Seiring dengan perkembangannya, kantong amnion akhirnya menyatu dengan korion membentuk suatu membran kombinasi yang mengelilingi mudigah/ Janin. Cairan rongga amnion, cairan amnion (cairan ketuban), yang komposisinya serupa dengan CES (Cairan Ekstra Seluler) normal, mengelilingi dan menjadi bantahan bagi janin sepanjang kehamilan.

Sumber :
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Ed 6. Jakarta : EGC




No comments:

Post a Comment