I.
Fisiologis sistem reproduksi laki-laki untuk membuahi
Tindakan seks pria melibatkan 2 komponen : (1)
ereksi atau mengerasnya penis yang normalnya lunak agar penis dapat masuk ke
dalam vagina, dan (2) ejakulasi, atau penyemprotan kuat semen ke dalam uretra
dan keluar dari penis.
Selain komponen-komponen yang berkaitan erat dengan
reproduksi ini, siklus respons seks mencakup respons fisiologik yang lebih luas
yang dapat dibagi menjadi 4 fase :
1. Fase
eksitasi yang mencakup ereksi dan peningkatan perasaan seksual
2. Fase
plato yang ditandai oleh intensifikasi respon-respon ini, ditambah respon yang
lebih menyeluruh misalnya peningkatan kecepatan jantung, tekanan darah,
pernapasan dan ketegangan otot
3. Fase
orgasme yang mencakup ejakulasi serta respon lain yang menjadi puncak eksitasi
seksual dan secara kolektif dialami sebagai kenikmatan fisik yang intens
4. Fase
resolusi yaitu kembalinya genitalia dan sistem tubh ke keadaan sebelum
rangsangan
1. Ereksi
Ereksi dicapai melalui pembengkakan
penis oleh darah. Penis hampir seluruhynya terdiri dari jaringan erektil yang
dibentuk oleh 3 kolom rongga-rongga vaskular mirip spons yang terdapat di
sepanjang organ ini.
Tanpa rangsangan seks, jaringan
erektil hanya mengandung sedikit darah karena arteriol yang mendarahi rongga-rongga
vaskular ini berkontraksi. Akibatnya
penis tetap kecil dan lunak. Selama rangsangan seks, arteriol-arteriol ini
secara refleks melebar dan jaringan erektil terisi oleh darah sehingga penis
bertambah panjang dan besar serta menjadi kaku. Vena-vena yang mengalirkan
darah dari jaringan erektil penis tertekan secara mekanis oleh pembengkakan dan
ekspansi rongga vaskular ini sehingga
aliran keluar vena berkurang dan hal ini ikut berkontribusi dalam penumpukan darah
atau vasokongesti.
Di medula spinalis bagian bawah
baru-baru ini ditemukan adanya pusat pembentuk ereksi. Melalui pusat ini,
stimulasi taktil pada glans akan secara refleks memicu peningkatan aktivitas
vasodilatasi parasimpatis dan penurunan aktivitas vasokontriksi simpatis dan
penurunan aktivitas vasokontriksi simpatis ke arteriol-arteriol penis.
Akibatnya adalah vasodilatasi hebat dan cepat arteriol-arteriol tersebut dan
ereksi. Selama lengkung refleks spinal utuh maka ereksi tetap dapat terjadi
bahkan pada pria yang lumpuh akibat cedera medula spinalis yang lebih tinggi.
2. Ejakulasi
Respon ejakulasi keseluruhan terjadi
dalam 2 fase : emisi dan ekspulsi
1.
Emisi
Pertama, impuls simpatis menyebabkan
rangkaian kontraksi otot polos di prostat, saluran reproduksi dan
vesikuloseminalis. Aktivitas kontraktil ini mengalirkan cairan prostat,
kemudian sperma dan akhirnya cairan vesikula seminalis (secara kolektif disebut
semen) ke dalam uretra. Fase refleks ejakulasi ini disebut emisi.
2.
Ekspulsi
Kedua, pengisian uretra oleh semen
memicu impuls saraf yang mengaktifkan serangkaian otot rangka di pangkal penis.
Kontraksi ritmik otot-otot ini terjadi pada interval 0,8 detik dan peningkatan
tekanan di dalam penis, memaksa semen keluar melalui uretra ke eksterior.
3.
Orgasme
Kontraksi ritmik yang terjadi selama
ekspulsi semen disertai oleh denyut ritmik involunter otot-otot panggul dan
memuncaki intensitas respon tubuh keseluruhan yang naik selama fase-fase
sebelumnya. Respon panggul dan sistemik yang memuncaki tindakan seks ini
berkaitan dengan rasa nikmat intens yang ditandai oleh perasaan lepas atau
puas, suatu pengalaman yang dikenal sebagai orgasme.
4.
Resolusi
Selama fase resolusi setelah
orgasme, impuls vasokonstriktor memperlambat aliran darah ke dalam penis,
menyebabkan ereksi mereda. Kemudian terjadi relaksasi dalam, sering disertai
rasa lelah. Tonus otot kembali ke normal sementara sistem kardiovaskular dan
pernapasan kembali ketingkat sebelum rangsangan. Setelah terjadi ejakulasi
timbul periode refrakter temporer dengan durasi bervariasi sebelum rangsangan
seks memicu kembaliereksi.
3. Transpor sperma ke Tuba Uterina
Setelah diendapkan di vagina saat
ejakulasi sperma harus berjalan melewati kanalis servikalis, lalu uterus dan
kemudian sampai ke sel telur di sepertiga atas tuba uterina. Sperma pertama
tiba di tuba uterina setengan jam setelah ejakulasi. Sperma bermigrasi naik
melewati kanalis servikalis dengan kemampuannya sendiri.
Setelah sperma masuk ke uterus,
kontraksi miometrium mengaduk-aduk sperma seperti mesin cuci dengan cepat
menyebabkan sperma tersebar ke seluruh rongga uterus. Ketika mencapai tuba
uterina. Sperma terdorong ke tempat pembuahan di ujung atas tuba uterina yang
mengarah ke atas.
Riset-riset baru menunjukkan bahwa
ketika sperma mencapai ampula, ovum
bukan merupakan mitra pasif dalam konsepsi. Sel telur matang mengeluarkan
alurin, suatu bahan kimia yang menarik sperma dan meyebabkan sperma bergerak
menuju gamet wanita yang telah menunggu. Para ilmuwan juga baru-baru ini
menemukan adanya reseptor sperma yang mendeteksi dan berespon terhadap
kemoatraktan yang dikeluarkan oleh ovum. Yang menarik, reseptor ini, yang
dinamai hOR17-4 adalah reseptor olfaktorius (RO), serupa dengan yang ditemukan
di hidung untuk persepsi bau. Menurut anggapan yang sekarang dianut pengaktifan
reseptor hOR17-4 pada pengikatan dengan alurin (sinyal lainnya) dari sel telur
memicu suatu jalur pembawa pesan kedua di sperma yang menyebabkan pelepasan
Ca2+ intrasel. Ca2+ ini selanjutnya mengaktifkan pergeseran mikrotubulus yang
menyebakan gerakan ekor dan berenangya sperma menuju arah sinyal kimiawi.
4. Fertilisasi
Untuk membuahi sebuah ovum, sebuah
sperma mula-mula harus melewati korona radiata dan zona pelusida yang
mengelilingi sel telur. Enzim-enzim akrosom, yang terpajan ketika membran
akrosom pecah setelah berkontak dengan korona radiata, memungkinkan sperma
membuat saluran menembus sawar-sawar protektif ini. Sperma dapat menembus zona
pelusida hanya setelah berikatan dengan reseptor spesifik di permukaan lapisan
ini. Fertilin, suatu protein yang terdapat di membran plasma sperma, berikatan
dengan integrin sel telur.
Kepala sperma yang menyatu tersebut
secara perlahan tertarik ke dalam sitoplasma ovum oleh suatu kerucut yang
tumbuh dan membungkusnya. Ekor sperma sering lenyap dalam proses ini, tetapi
kepala membawa informasi genetik yang penting. Bukti-bukti terakhir menunjukkan
bahwa sperma mengeluarkan nitrat oksida setelah berhasil masuk seluruhnya ke
dalam sitoplasma sel telur. Nitrat oksida ini mendorong pelepasan Ca2+ yang
tersimpan di dalam sel telur. Pelepasan Ca2+ intrasel ini memicu pembelahan
meitotik akhir oosit sekunder. Dalam satu jam, nukleus sperma dan sel telur
menyatu, berkat adanya suatu kompleks molekul yang diberikan oleh sperma yang
memungkinkan kromosom pria dan wanita menyatu.
II. Fisiologi sistem reproduksi
wanita untuk kehamilan
Selama 3-4 jam pertama setelah
pembuahan, zigot tetap berada di dalam ampula, karena penyempitan antara ampula
dan saluran tuba uterina, sisanya menghambat pergerakan lebih lanjut zigot
menuju uterus. Namun, selama tahap ini zigot tidak tinggal diam. Zigot cepat
mengalami sejumlah pembelahan sel mitotik utnuk membentuk suatu bola pedar
sel-sel yang disebut morula.
Sekitar 3-4 hari setelah ovulasi,
progesteron diproduksi dalam jumlah memadai untuk melemaskan kontriksi tuba
uterina sehingga morula dapat dengan cepat terdorong ke dalam uterus oleh
kontraksi peristaltik tuba uterina dan aktivitas silia. Penundaan sementara
mudigah yang baru terbentuk masuk ke dalam uterus untuk menunjang mudigah
sampai implantasi berlangsung. Jika tuba terlalu cepat di uterus morula akan
mati.
Pada saat endometrium siap menerima
implantasi (sekitar seminggu setelah ovulasi), morula telah turun ke uterus dan
terus berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi blastokista.
Blastokista adalah suatu bola
berongga berlapis tunggal dan terdiri dari sekitar 50 sel mengelilingi sebuah
rongga berisi cairan, dengan suatu massa padat sel-sel berkelompok di satu
sisi. Massa padat ini, yang dikenal sebagai massa sel dalam, berkembang menjadi
mudigah/ janin itu sendiri. Blastokista sisanya tidak membentuk janin tetapi
memiliki peran suportif selama kehidupan intrauteri. Lapisan tipis paling luar.
Trofoblas, melaksanakan implantasi dan kemudian berkembang menjadi plasenta
bagian janin.
Implantasi dimulai ketika, setelah
berkontak dengan endometrium. Sel-sel trofoblastik yang menutupi massa sel
dalam mengeluarkan enzim-enzim pencernaan protein. Enzim-enzim ini mencerna
sel-sel endometrium dan membentuk jalan sehingga genjol-genjol sel trofoblas
mirip jari dapat menembus dalam
endometrium.
Melalui efek kanibalistiknya,
trofoblas melakukan fungsi ganda (1) menyelesaikan implantasi dengan membuat
lubang di endometrium untuk blastokista dan (2) menyediakan bahan mentah dan
bahan bakar metabolik untuk mudigah yang sedang berkembang sewaktu
tonjolan-tonjolan trofoblastik menguraikan jaringan endometrium kaya nutrien.
Jaringan endometrium mengalami
modifikasi sedemikian rupa di tempat implantasi disebut desidua. Ke dalam
jaringan desidua inilah blastokista terbenam. Lapisan trofoblas terus mencerna
sel-sel desidua sekitar, menghasilkan energi untuk mudigah sampai plasenta
terentuk.
Untuk mempertahankan pertumbuhan
mudigah/janin selama kehidupan intrauterinnya, segera terbentuk plasenta, suatu
organ khusus pertukaran antara darah ibu dan janin.
Pada hari ke-12, mudigah telah
terbenam di dalam desidua. Pada saat itu lapisan trofoblas telah memiliki
ketebalan 2 lapisan sel dan disebut korion. Seiring dengan terus berkembangnya
dan dihasilkannya enzim-enzim oleh korion, terbentuk anyaman-anyaman
rongga-rongga yang ektensif di dalam desidua. Korion yang meluas menggerus
dinding kapiler desidua, menyebabkan darah itu bocor dari kapiler dan mengisi
rongga-rongga ini. Darah dicegah membeku oleh suatu antikoagulan yang
dihasilkan korion. Segera mudigah yang sedang tumbuh ini mengirim kapiler ke
dalam tonjolan korion untuk membentuk vilus plasenta.
Setiap vilus plasenta berisi kapiler
mudigah (kemudian janin) yang dikelilingi oleh suatu lapisan tipis jaringan
korion, yang memisahkan darah mudigah/ janin dari darah ibu di ruang antara
vilus. Semua pertukaran antara kedua aliran darah berlangsung menembus sawar
yang sangat tipis ini. Keseluruhan sistem struktur ibu (desidua) dan janin
(korion) yang saling terkait ini membentuk plasenta.
Sepanjang gestasi, darah janin
secara terus-menerus mengalir antara virus plasenta dan sistem sirkulasi janin
melalui arteri umbilikalis dan vena umbilikalis, yang terbungkus di dalam korda
umbilikalis (tali pusat), suatu penghubung antara janin dan plasenta.
Sementara itu, selama waktu
implantasi dan awal perkembangan plasenta, massa sel dalam membentuk rongga
amnion berisi cairan di antara korion dan bagian massa sel dalam yang
ditakdirkan menjadi janin. Lapisan epitel yang membungkus rongga amnion disebut
kantung amnion atau amnion. Seiring dengan perkembangannya, kantong amnion
akhirnya menyatu dengan korion membentuk suatu membran kombinasi yang
mengelilingi mudigah/ Janin. Cairan rongga amnion, cairan amnion (cairan
ketuban), yang komposisinya serupa dengan CES (Cairan Ekstra Seluler) normal,
mengelilingi dan menjadi bantahan bagi janin sepanjang kehamilan.
Sumber :
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Ed
6. Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment